Sahabat adalah teman yang sangat aku hargai dan hormati .. Selama sahabat itu bisa menjaga dan menghormati kita .. Bagi ku sahabat itu tak mengenal kita dari fisik dan harta .. Tapi sahabat itu di kenal lewat hati .. Bicara dari hati ke hati .. Bukan lewat persamaan fisik dan harta .. Sahabat bahagia jika kita bisa merasakan kebahagiaan sahabat sendiri .. Bukan malah menderita jika melihat sahabatnya sendiri bahagia ..
Minggu, 27 Februari 2011
Beda Anak Laki-laki dan Perempuan dalam Bersahabat
Beda Anak Laki-laki dan Perempuan dalam Bersahabat
Jumat, 25/2/2011 | 14:20 WIB
KOMPAS.com - Cara anak laki-laki dan perempuan memandang persabahatan berbeda, ungkap dr Thomas S. Jensen, MD, psikiater dari Babyzone.com. Saat beranjak dewasa, anak perempuan lebih mendefinisikan persahabatan sebagai teman yang mau mendengarkan dan mengerti, sekaligus tempat curhat dan berbagi emosi. Sementara anak-anak laki-laki memandang persahabatan sebagai teman berbagi waktu bersama, ada di sisinya saat ia menghadapi konflik, dan berbagi ketertarikan yang sama. Bagi anak laki-laki, keintiman emosional tak terlalu penting dalam mendefinisikan kedekatan hubungan ketimbang kesetiaan saat ia menghadapi masalah. Kedekatan anak dan orangtua terbentuk dalam 24 bulan pertama kehidupannya. Kedekatan itu memiliki pengaruh besar terhadap hidup anak, termasuk melandasi hubungan di masa depan anak, begitu terang dr Michael Handwerk, PhD dari lembaga peneliti kesehatan anak di Nebraska, AS.
Kehadiran saudara juga memiliki pengaruh terhadap gaya persahabatan anak dalam cara positif dan negatif. Cara anak menghadapi saudaranya bisa memengaruhi caranya bersahabat di masa depan. Beebrapa anak cukup beruntung untuk bersahabat dengan saudaranya sendiri.
Menurut dr Jensen, cara anak laki-laki dan perempuan bersahabat serupa di awal usianya, atau hingga masa pre-school. Namun, cara anak laki-laki bersahabat mulai berubah sekitar usia 7 tahun, dan biasanya emosinya pun mulai berkurang. Hal ini bisa terlihat jika Anda memerhatikan interaksi anak-anak perempuan berteman dibanding sekumpulan anak-anak laki-laki saat bermain bersama. Anak perempuan umumnya lebih mudah bergaul, bermain kooperatif, mau menegosiasikan konflik, dan menunjukkan perasaan saat ia bermain rumah-rumahan, misalnya. Sementara anak laki-laki bermain dengan cara berbeda, mereka lebih cenderung bermain dengan cara kompetitif, mengetes kesetiaan teman, dan membandingkan kemampuan fisik dan ukuran.
Salah satu hal yang paling sering didebatkan adalah, mulai di usia 7 tahun, anak laki-laki mulai malas menunjukkan tindakan afeksi kepada orang-orang di sekitarnya, seperti berpelukan. Menurut dr Handwerk, sebenarnya anak laki-laki juga bisa menunjukkan tindakan afeksi sebebas anak perempuan, namun, di kesehariannya, baik itu melalui media sosial atau orang-orang di sekelilingnya tidak menunjukkan tindakan itu, alhasil ia tidak mau melakukan hal-hal afeksi itu, karena di pikirannya itu adalah tindakan yang khusus untuk perempuan yang lemah. Di masa sekarang, tindakan afeksi sudah cukup luwes, tindakan afeksi atau untuk membuat anak lebih terbuka dengan sentuhan afeksi dalam batas wajar bisa diajarkan lewat tindakan orangtuanya.
Untuk Sahabat ku ..
"SAHABAT DENGARKAN AKU"
Jika esok aku bahagia atau berduka , tetaplah di sampingku ..
Jika esok aku bersalah ..
Maklumi aku ..
Jika esok aku jatuh sakit ..
Doakan lah aku ..
Dan jika esok aku telah tiada ..
Maafkanlah semua kesalahan ku ..
Karna aku tak kan pernah tau ..
Kapan Tuhan akan memanggil ku ..
Sebelum itu terjadi ..
Aku ingin kamu tau ..
Bahwa ..
"KU BAHAGIA DAPAT MENGENAL DAN MEMILIKI SAHABAT SEPERTI KALIAN"
read more...
Jika esok aku bahagia atau berduka , tetaplah di sampingku ..
Jika esok aku bersalah ..
Maklumi aku ..
Jika esok aku jatuh sakit ..
Doakan lah aku ..
Dan jika esok aku telah tiada ..
Maafkanlah semua kesalahan ku ..
Karna aku tak kan pernah tau ..
Kapan Tuhan akan memanggil ku ..
Sebelum itu terjadi ..
Aku ingin kamu tau ..
Bahwa ..
"KU BAHAGIA DAPAT MENGENAL DAN MEMILIKI SAHABAT SEPERTI KALIAN"
Sabtu, 26 Februari 2011
Surat Sahabat .. :-)
. dear sahabat ..
. aku tau , aku hanya orang yg kesekian dari orang yg menyayangi mu ..
. tapi aku ingin menjadi orang pertama yg ada di samping mu saat kamu kehilangan arah ..
. sahabat ..
. jika waktu ku tag banyak untuk mu , aku ingin d setiap detak jantung ku terdengar oleh mu ..
. pertanda aku masih ada untuk mu ..
. sahabat ..
. jika lidah ku pernah menjadi penyayat hati mu , aku hanya ingin maaf dan senyum termanis dari mu ..
. aku hanya ingin menjadi sahabat mu ..
. sampe nanti sampe aku tertidur lelap di bawah timbunan tanah ..
. aku mohon jangan pernah lupa kan aku ..
Pernah kepikiran gag ?? Pasti kalian juga punya sahabat sejati .. Yang namanya sahabat itu bisanya cuma nyenengin dan gag penah dy nyakitin .. dan dy juga yang paling bisa ngertiin , memahami , dan menghargai kelemahan kita .. itu lah yang nama nya SAHABAT .. :))
Kebersamaan bersama sahabat itu merupakan masa-masa yang paling indah .. Serasa punya kluarga ke dua .. Dan yang paling penting , jika kita masalah , pasti kita larinya ke sahabat .. Itu lah pentingnya sahabat , slalu ada di saat kita sedang membutuhkan .. :))
Jepang , di sini ada Persahabatan !!
Jam delapan malam, sepanjang jalan Himonya terlihat lenggang. Hanya beberapa orang yang berpakaian kerja masih terlihat gontai hendak pulang. Begitupun saya, berjalan santai sambil membawa barang belanjaan. Semenjak pindah tempat tinggal di kawasan Tokyo, belanja malam hari menjadi agenda rutin. Banyak kebutuhan pokok yang dijual dengan harga sale, menjelang supermartket tutup. Lumayan, selain murah, dapat berhemat.
Sedang asyik-asyiknya berjalan, perasaan mulai curiga dengan laki-laki di belakang. Sejak keluar supermarket, bayangannya selalu mengikuti. Berjalan pelan, ia mengikuti pelan. Berjalan cepatpun demikian. Sepertinya, Ia tengah berusaha mengikuti ritme langkah. Hiy...! Sedikit merinding. Pikiran mulai menduga-duga hal yang buruk. Teringat beberapa hari lalu berita yang menghebohkan. Seorang laki-laki, tanpa alasan tega membunuh beberapa pejalan kaki di kawasan Akihabara. "Orang Jepang emang banyak yang stres!" Begitu kata salah seorang teman pernah bicara. Saya segera mempercepat langkah dengan mulut komat kamit berdoa, ketakutan.
"Ano, sumimasen, Musurimu desuka?" (Hmm, maaf, Muslim yah?) Tiba-tiba bayangan di belakang angkat bicara. Tepat saat jalan cepat terhenti karena lampu hijau berubah merah. Deg! Sambil berusaha menenangkan rasa terkejut, jawaban singkat keluar "Iya, betul...." Lalu mata berusaha menilik si pemilik suara. Tubuh tinggi, kulit putih, mata sipit, dengan taksiran usia muda.
"Saya tahu anda pasti muslim dari cara berpakaian." Ucap lelaki tersebut, dengan tangan menunjuk hijab dan baju panjang saya.
"Maaf kalau membuat perjalanan anda terganggu. Saya dulu pernah punya teman muslim. Sayang sudah kembali ke tanah air. Melihat anda mengingatkan pada kebaikan teman-teman muslim saya." Ucapannya mengalir, seolah ingin meyakinkan wajah cemas saya.
Dari cerita singkatnya, saya sedikit tahu bahwa Ia pernah sangat terkesan berteman dengan beberapa muslim. Berjabat tangan, senyum, rasa kehangatan dan persaudaraan yang tulus. Berbeda sekali dengan pemuda-pemudi Jepang saat ini yang mulai individu, hedonisme dan egois, lanjutnya.
Pertemuan tersebut diakhiri dengan pemberian kartu nama. "Kalau ada buku-buku Islam dalam bahasa Jepang, tolong kirimi saya." Begitu kira-kira ucapan terakhir sebelum berpisah di lampu merah.
Pembicaraan yang tak disangka. Orang Jepang terkesan akan persahabatan dalam Islam? Rasanya ini bukan kali yang pertama saya mendengar. Sebut saja Makiko-san, seorang muslimah mualaf Jepang yang baru saya kenal. Memeluk Islam dalam hitungan tiga bulan tidak membuatnya malu mengenakan penutup kepala. Saat pertama kali berkenalan, saya menduga Ia memeluk Islam karena pernikahan. Dan ternyata dugaan tersebut salah besar, karena Makiko-san yang masih berusia muda, belumlah menikah.
"Saya berIslam karena terkesan akan persahabat dalam Islam." Begitu kira-kira alasannya. Hidayah tersebut diperoleh saat sedang menuntut ilmu di negeri Paman Sam. Di negeri asing yang jauh dari sanak saudara dan kawan dekat, kesepian kerap melanda. Pada saat didera sepi, Ia berkenalan dengan teman-teman muslimah. Lingkungan muslim yang selama ini dianggap 'fanatik' ternyata jauh di luar dugaan. "Sikap ramah, saling menolong sebagai wujud empati tanpa pamrih, begitu membekas di hati, " ucapnya. Ia seolah memiliki keluarga baru. Orang-orang yang membuat jiwa kosongnya menjadi damai. Makiko-san baru menyadari akan arti sahabat sejati. Hingga akhirnya, dengan keyakinan penuh, Ia berikrar mendapatkan fitrahnya kembali memilih Islam.
Persahabatan sejati, di zaman keburukan dan kejahatan berserakan, rasanya sangat sulit dicari. Dan saya pun pernah merasakannya. Tepatnya saat menginjakan kaki di negeri sakura. Ada kekeringan jiwa yang merasuk hati tanpa hadirnya sahabat. Di negeri yang telah terpola dengan sikap individu, tak mau tahu, cenderung materialistis, arti persahabatan tulus kadang terkikis oleh kepentingan pribadi. Tetangga di sebelah jarang bertatap muka, tegur sapa terasa basi, interaksi sebatas keperluan. Jenuh rasanya.
Hingga satu hari, tanpa sengaja saya mengunjungi salah satu masjid kecil di sekitar Tokyo. Bertemu dengan beberapa muslimah dari Jepang, Indonesia ataupun negara lain, duduk bersama, berkumpul mempelajari Islam, mengkaji Al-Qur`an, dipenuhi suasana akrab. Saya menemukan kembali kehangatan. Sebuah rasa persahabatan yang sempat hilang. Rasa kehangatanya yang tulus, memberikan kedamaian dalam setiap pertemuan serta kerinduan setiap perpisahan. Saya dapat mengerti, mungkin ini pula yang dirasakan oleh Makiko-san dan pemuda Jepang di atas.
Jepang, di negara yang kental rasa individu - tidak hanya saya, tapi juga Makiko-san dan pemuda kenalan baru - menemukan arti persahabatan yang indah dalam Islam. Sebuah persahabatan tulus karena Allah, yang terjalin bukan karena alasan materi, prestasi, kedudukan tinggi ataupun alasan-alasan tertentu penuh tuntutan.
Persahabatan yang mengantarkan pada jalinan erat dari hati ke hati, memberikan kedamaian dan kehangatan untuk saling menasehati dalam kebaikan. Yang jalinanya diisi dengan dimensi mencintai seseorang semata hanya karena Allah, mencari ridha Allah. Membuka gerbang persahabatan sejati penuh anugerah.
read more...
Sedang asyik-asyiknya berjalan, perasaan mulai curiga dengan laki-laki di belakang. Sejak keluar supermarket, bayangannya selalu mengikuti. Berjalan pelan, ia mengikuti pelan. Berjalan cepatpun demikian. Sepertinya, Ia tengah berusaha mengikuti ritme langkah. Hiy...! Sedikit merinding. Pikiran mulai menduga-duga hal yang buruk. Teringat beberapa hari lalu berita yang menghebohkan. Seorang laki-laki, tanpa alasan tega membunuh beberapa pejalan kaki di kawasan Akihabara. "Orang Jepang emang banyak yang stres!" Begitu kata salah seorang teman pernah bicara. Saya segera mempercepat langkah dengan mulut komat kamit berdoa, ketakutan.
"Ano, sumimasen, Musurimu desuka?" (Hmm, maaf, Muslim yah?) Tiba-tiba bayangan di belakang angkat bicara. Tepat saat jalan cepat terhenti karena lampu hijau berubah merah. Deg! Sambil berusaha menenangkan rasa terkejut, jawaban singkat keluar "Iya, betul...." Lalu mata berusaha menilik si pemilik suara. Tubuh tinggi, kulit putih, mata sipit, dengan taksiran usia muda.
"Saya tahu anda pasti muslim dari cara berpakaian." Ucap lelaki tersebut, dengan tangan menunjuk hijab dan baju panjang saya.
"Maaf kalau membuat perjalanan anda terganggu. Saya dulu pernah punya teman muslim. Sayang sudah kembali ke tanah air. Melihat anda mengingatkan pada kebaikan teman-teman muslim saya." Ucapannya mengalir, seolah ingin meyakinkan wajah cemas saya.
Dari cerita singkatnya, saya sedikit tahu bahwa Ia pernah sangat terkesan berteman dengan beberapa muslim. Berjabat tangan, senyum, rasa kehangatan dan persaudaraan yang tulus. Berbeda sekali dengan pemuda-pemudi Jepang saat ini yang mulai individu, hedonisme dan egois, lanjutnya.
Pertemuan tersebut diakhiri dengan pemberian kartu nama. "Kalau ada buku-buku Islam dalam bahasa Jepang, tolong kirimi saya." Begitu kira-kira ucapan terakhir sebelum berpisah di lampu merah.
Pembicaraan yang tak disangka. Orang Jepang terkesan akan persahabatan dalam Islam? Rasanya ini bukan kali yang pertama saya mendengar. Sebut saja Makiko-san, seorang muslimah mualaf Jepang yang baru saya kenal. Memeluk Islam dalam hitungan tiga bulan tidak membuatnya malu mengenakan penutup kepala. Saat pertama kali berkenalan, saya menduga Ia memeluk Islam karena pernikahan. Dan ternyata dugaan tersebut salah besar, karena Makiko-san yang masih berusia muda, belumlah menikah.
"Saya berIslam karena terkesan akan persahabat dalam Islam." Begitu kira-kira alasannya. Hidayah tersebut diperoleh saat sedang menuntut ilmu di negeri Paman Sam. Di negeri asing yang jauh dari sanak saudara dan kawan dekat, kesepian kerap melanda. Pada saat didera sepi, Ia berkenalan dengan teman-teman muslimah. Lingkungan muslim yang selama ini dianggap 'fanatik' ternyata jauh di luar dugaan. "Sikap ramah, saling menolong sebagai wujud empati tanpa pamrih, begitu membekas di hati, " ucapnya. Ia seolah memiliki keluarga baru. Orang-orang yang membuat jiwa kosongnya menjadi damai. Makiko-san baru menyadari akan arti sahabat sejati. Hingga akhirnya, dengan keyakinan penuh, Ia berikrar mendapatkan fitrahnya kembali memilih Islam.
Persahabatan sejati, di zaman keburukan dan kejahatan berserakan, rasanya sangat sulit dicari. Dan saya pun pernah merasakannya. Tepatnya saat menginjakan kaki di negeri sakura. Ada kekeringan jiwa yang merasuk hati tanpa hadirnya sahabat. Di negeri yang telah terpola dengan sikap individu, tak mau tahu, cenderung materialistis, arti persahabatan tulus kadang terkikis oleh kepentingan pribadi. Tetangga di sebelah jarang bertatap muka, tegur sapa terasa basi, interaksi sebatas keperluan. Jenuh rasanya.
Hingga satu hari, tanpa sengaja saya mengunjungi salah satu masjid kecil di sekitar Tokyo. Bertemu dengan beberapa muslimah dari Jepang, Indonesia ataupun negara lain, duduk bersama, berkumpul mempelajari Islam, mengkaji Al-Qur`an, dipenuhi suasana akrab. Saya menemukan kembali kehangatan. Sebuah rasa persahabatan yang sempat hilang. Rasa kehangatanya yang tulus, memberikan kedamaian dalam setiap pertemuan serta kerinduan setiap perpisahan. Saya dapat mengerti, mungkin ini pula yang dirasakan oleh Makiko-san dan pemuda Jepang di atas.
Jepang, di negara yang kental rasa individu - tidak hanya saya, tapi juga Makiko-san dan pemuda kenalan baru - menemukan arti persahabatan yang indah dalam Islam. Sebuah persahabatan tulus karena Allah, yang terjalin bukan karena alasan materi, prestasi, kedudukan tinggi ataupun alasan-alasan tertentu penuh tuntutan.
Persahabatan yang mengantarkan pada jalinan erat dari hati ke hati, memberikan kedamaian dan kehangatan untuk saling menasehati dalam kebaikan. Yang jalinanya diisi dengan dimensi mencintai seseorang semata hanya karena Allah, mencari ridha Allah. Membuka gerbang persahabatan sejati penuh anugerah.
Selasa, 11 Januari 2011
NASEHAT RASULULLAH SAW DAN KELUARGANYA TENTANG PERSAHABATAN DAN PERTEMANAN
Bismillahirahmanirrahim
Allahuma sholi ala muhammad wa ala ali muhammad
Rasulullah saw bersabda :" Seorang sahabat adalah yang membantumu dalam memperbaiki agamamu"
Rasulullah bersabda : " " Tiada dua orang yang berteman melainkan salah satu yang lebih besar pahalanya dan lebih dicintai Allah adalah yang paling berlemah lembut terhadap temanya"
Rasululah bersabda : " Berlakulah lemah lembut terhadap orang lain, niscaya engkau diperlakukan dengan lemah lembut, sesungguhnya, kelemah lembutan adalah pangkal dari hikmah kebijaksanaan"
Ali bin Abi Thalib ra berkata : Seorang teman disebut rafiq sebab ia berlemah lembut terhadapmu dalam kebaikan agamamu, maka barangsiapa membantumu untuk memperbaiki agamamu, ia adalah rafiq.
Cucu Rasulullah Ali Zaenal Abidin ra berkata : " Dan Hak saudara seiman adalah engkau melindungi, berlaku rahmat dan berlemah lembut terhadap mereka, memperbaiki mereka berterimakasih kepada yang berbuat baik dari mereka dan mencegah menyakiti mereka. Dan hak orang yang meminta nasehat ialah hendaknya engkau menyampaikan kepadanya nasehat, nasehatilah ia dengan penuh kemurahan hati dan kelemah lembutan.
Cucu Rasulullah saw Ja'far ash Shadiq ra berkata : "Siapa yang marah kepadamu tiga hari, tetapi ia tidak berkata buruk tentang dirimu (dengan menjelekanmu) ambilah ia sebagai sahabat sejatimu"
Rasulullah saw bersabda : "Uji sahabatmu dengan tiga hal, pada waktu marah, perhatikan apa marahnya tidak mengeluarkanya dari kebenaran dan kebatilan. Pada urusan keuangan dan pada perjalanan bersamanya. Jangan kamu lihat lama rukuknya, bilangan sholat mereka atau puasa mereka, atau haji mereka atau perbuatan baik mereka atau tahajud mereka, jika hal itu telah menjadi kebiasaan. apabila dia tidak melakukan yang demikian maka dia merasa gelisah, tetapi pandanglah dari kejujuranya ketika berbicara dan pandanglah bagaimana ia melaksanakan amanahnya.
Langganan:
Postingan (Atom)